Senin, 15 Agustus 2011

Akan Tetap Indah

Setiap kali berada di taman ini, aku selalu merasa seribu kali lebih nyaman dibandingkan berjam-jam berada di sauna sekalipun. Di sini banyak hal menarik yang dapat dilihat dan dinikmati. Sosok cantik yang terbang kian kemari, berwarna-warni dengan bermacam-macam bentuk dan rupa yang berbeda. Yupz, dia itu kupu-kupu namanya.

Bukan sekali duakali aku berniat menangkap kupu-kupu itu untuk aku jadikan peliharaan, tapi ternyata hasilnya lebih sulit dari yang aku bayangkan. Kupu-kupu, makin menjadi-jadi terbang kesana-kesini.

Dengan berat hati aku urungkan niat terbesarku untuk menangkap kupu-kupu itu dengan tujuan ingin memeliharanya. Sejenak aku berpikir, bukankah kupu-kupu ditakdirkan untuk bebas terbang kemanapun ia mau? Justru aku malah dengan egoisnya ingin memeliharanya. Itu berarti aku sudah hampir membunuhnya secara tidak langsung, dan bagaimana kupu-kupu itu bisa terlihat cantik? Bukankah kecantikannya dapat semakin terlihat disaat mereka terbang kesana kemari? Owh my.. . . . . . hampir saja aku melakukan hal bodoh. Oleh karena itu, mulai sekarang aku selalu sempatkan datang ke taman ini untuk sekedar menghilangkan penat dengan mengagumi keindahan dan kecantikan kupu-kupu.

Tanpa harus memilikinya, asalkan kita punya mata dan hati yang peka untuk bisa melihat dan mengagumi bahkan merasakan, maka sudah pasti hasilnya adalah indah.





Sumber Inspirasi : Wangsit Ken Dedes ( part 2 )





Sabtu, 06 Agustus 2011

Dariku, Untukmu

Hari ini ia terlihat kalap, seperti sudah tidak berbentuk. Seolah apapun yang ada disekelilingnya adalah musuh besar yang harus segera dimusnahkan. Aku tahu ia marah. Entah marah kepada siapa, tapi yang aku tahu ia tidak mau menatap mataku bahkan hanya untuk menoleh sedetik saja pun enggan.

Cerminpun mungkin sudah mengerti, kalau akhir-akhir ini adalah saat terberat untuk ia jalani. Aku tidak peduli, dengan apa yang sedang ia pikirkan sekarang. Yang aku tahu, sekarang ia sedang membutuhkan dukungan. Mungkin lebih tepatnya ia sedang membutuhkan ember untuk menampung setiap tetesan air yang menetes. Ia hanya ingin didengarkan bukan hanya sekedar digurui dengan petuah Mahabarata belaka.

Ketika ia sudah terlihat sedikit tenang, aku beranikan diri untuk menghampirinya dengan membawa segelas air putih yang tergenggam di tanganku. Mungkin seteguk air ini bisa sedikit menyegarkan kerongkongan yang mengering karena kelelahan untuk berteriak sedari tadi. Dengan agak ragu-ragu, ku sodorkan gelas berisi air putih itu, dan tanpa banyak kata ia pun langsung menerimanya dan sesegera mungkin menegaknya sampai habis tak tersisa. Melihat tingkahnya yang tidak seperti biasanya, benar-benar membuatku terenyuh dan berpikir, “Apakah ini yang dinamakan dengan klimaks kesabaran?” hmmm. . . . entahlah.

Siapa sangka ia yang selalu tersenyum dengan apapun yang terjadi, ternyata adalah sosok yang bisa terlihat sedemikian rapuhnya. Tetapi dimataku ia tetap sosok yang hebat. Sosok yang dalam diamnya, mengajariku mengenai apa itu kesabaran, apa itu makna perjuangan, apa itu memaklumi, apa itu menghargai dan apa itu keikhlasan. Bahkan mungkin ia telah mengajariku apapun dari segala apapun.

Beberapa hari kemudian, jiwa yang kuat itu sudah kembali. Seperti yang terlihat, sudah tidak ada lagi dimatanya, amarah yang menyala-nyala. Mata yang tetap merah dan basah sekarang sudah terlihat jauh lebih mempesona. Tersirat harapan dari segala mimpi yang sedari lama menari-nari dipikirannya. Ia sudah siap untuk mengejar matahari lagi. Walaupun ia kuat, tapi ia tidak sendiri, dan aku tak akan lagi khawatir untuk itu.

Aku rasa dengan ia bersamanya,mata itu akan tetap merah dan basah juga semakin mempesona. Bahkan dengan senyuman yang berjuta-juta kali lipat lebih mengembang lagi walaupun tanpa dibubuhi fermipan. Disini dan ditempat ini, aku akan selalu berdoa untuk itu.



CerpenNgawurNgasal

Sumber Inspirasi : Wangsit Ken Dedes